SUNAN BONANG
SUNAN BONANG
BIOGRAFI
Sunan Bonang atau yang memiliki
nama asli Raden Makhdum Ibrahim merupakan salah satu anggota dari Walisongo atau Sembilan Wali. Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465 M. Beliau memiliki peran yang sangat penting dalam penyebaran
ajaran Agama Islam di Nusantara. Sunan Bonang merupakan salah satu putra dari anggota Walisongo
lainnya yaitu Sunan
Ampel. Ibunya adalah Nyai Ageng Manila yang
merupakan putri adipati Tuban. Selain itu, beliau juga merupakan
cucu dari Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik. Raden Makhdum Ibrahim atau sunan Bonang juga merupakan seorang guru dan imam besar yang sangat disegani
dan dihormati di pulau Jawa.
Selain ayah
dan kakeknya yang juga anggota Walisongo, Sunan Bonang juga memiliki seorang
kakak kandung yang juga merupakan anggota Walisongo, yaitu Sunan Drajat atau
Raden Qosim. Sejak masih kecil, Raden Makhdum
Ibrahim sudah diajarkan tentang ilmu Agama Islam dengan tekun dan disiplin oleh
ayahnya sendiri yaitu Sunan Ampel. Untuk bisa menjadi seorang wali dan meneruskan perjalanan dakwah
ayahnya, Sunan Bonang harus berusaha menuntut ilmu sebanyak mungkin bahkan
hingga melakukan perjalanan jauh.
Saat usia remaja, Sunan Bonang
diutus oleh ayahnya untuk pergi ke Pasai, Aceh dan ditemani oleh Sunan Giri
atau Raden Paku. Perjalanan tersebut bertujuan agar Sunan Bonang belajar ilmu
agama Islam dengan Syekh Maulana Ishak yang merupakan ayah dari Sunan Giri atau
Raden Paku. Setelah merasa cukup, beliau dan Raden Paku kemudian kembali ke
Pulau Jawa untuk memulai perjalanan dakwahnya. Sedangkan menurut versi China yang berada di naskah klenteng
Talang menyebutkan bahwa nama kecil Sunan Bonang yaitu Liem Bong Ang. Dengan
nama tersebut kemudian beliau lebih dikenal dengan sebutan Bonang.
Biografi Sunan Bonang
Nama Asli |
Raden Makhdum Ibrahim |
Nama Lain |
Liem Bong Ang |
Nama Ayah |
Raden Rahmat (Sunan Ampel) |
Nama Ibu |
Nyai Ageng Manila |
Tahun Lahir |
1465 Masehi |
Tempat Lahir |
Tuban |
Tempat Dakwah |
Desa Bonang, Rembang |
Anak |
Jayeng Rono, Jayeng Katon, Dewi Ruhil |
Tahun Wafat |
1525 Masehi |
Makam |
Sebelah Masjid Agung Tuban, Jawa Timur |
Beliau merupakan seorang putra
dari Bong Swi Ho yang dikenal dengan Sunan Ampel. Selain itu beliau merupakan
cucu dari Bong Swi Hwo dan cucu buyut dari Bong Tak Keng.
Silsilah Sunan Bonang
Seperti
yang sudah disinggung di atas, bahwa Sunan Bonang merupakan keturunan dari
Sunan Ampel atau Raden Rahmat. Selain itu, beliau
juga merupakan seorang cucu dari Sunan Gresik atau Syekh Maulana Malik Ibrahim. Dengan garis keturunan dari ayahnya tersebut, Sunan
Bonang juga masih termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW. Berikut ini garis keturunan atau silsilah Sunan
Bonang hingga ke Nabi Muhammad SAW.
1.
Sunan Bonang / Makhdum
Ibrahim, bin
2.
Sunan Ampel / Raden
Rahmat / Sayyid Ahmad Rahmatullah, bin
3.
Sunan Gresik / Maulana
Malik Ibrahim, bin
4.
Syekh Jumadil Qubro /
Jamaluddin Akbar Khan, bin
5.
Ahmad Jalaludin Khan,
bin
6.
Abdullah Khan, bin
7.
Abdul Malik Al-Muhajir
(Nasrabadad, India), bin
8.
Alawi Ammil Faqih
(Hadramaut), bin
9.
Muhammad Sohib Mirbath
(Hadramaut), bin
10.
Ali Kholi’ Qosam, bin
11.
Alawi Ats-Tsani, bin
12.
Muhammad Sohibus
Saumi’ah, bin
13.
Alawi Awwal, bin
14.
Ubaidullah, bin
15.
Muhammad Syahrill, bin
16.
Ali Zainal ‘Abidin,
bin
17.
Hussain, bin
18.
Ali bin Abi Thalib dan
Fatimah Az-Zahra binti Muhammad SAW
Keilmuan Sunan Bonang
Sunan Bonang sangat dikenal dengan ilmunya khususnya ilmu
tentang fiqih, tasawuf, sastra, ushuluddin, seni, arsitektur, dan lainnya. Sunan Bonang mengajarkan
kepada murid atau santrinya untuk mendapatkan ilmu dengan cara bersujud
(sholat) dan dzikir. Sunan Bonang mengadopsi ilmu dari seni huruf Hijaiyah yang
kemudian beliau ajarkan kepada para santrinya dengan menggunakan metode gerakan
fisik yang memiliki makna tertentu dan tentunya bertujuan mulia.
Secara sederhanannya bisa disimpulkan bahwa
beliau mengejarkan santrinya sebuah ilmu agar mudah menghafalkan huruf Hijaiyah
yang berjumlah 28 huruf. Dengan menghafal huruf-huruf
Hijaiyah tersebut, santrinya kemudian diajarkan untuk mengartikan dan juga
memahami Al-Quran dengan baik dan benar. Bahkan hingga saat ini, metode yang diajarkan oleh Sunan Bonang
masih diterapkan pada Padepokan Ilmu Sujud dan Tenaga Dalam Indonesia.
Kawasan Penyebaran Dakwah Sunan Bonang
Dakwah dan penyebaran ajaran Agama Islam Sunan Bonang dimulai
selepas beliau pulang dari perjalanan riyadhohnya. Setelah itu beliau diutus
oleh ayahnya yaitu Sunan Ampel untuk melakukan dakwah dan menyebarkan agama
Islam di daerah Tuban, Jawa Timur. Di daerah tersebut beliau mendirikan sebuah pondok pesantren
yang kemudian digunakan sebagai pusat dakwah dan menyebarkan agama Islam dengan
menggunakan penyesuaian adat Jawa saat itu.
Pondok pesantren Sunan Bonang memiliki santri yang berasal dari
seluruh penjuru Nusantara. Salah satu murid atau santri Sunan Bonang yang sangat dikenal
adalah Sunan Kalijaga, yang juga termasuk seorang sahabatnya. Terdapat beberapa cerita yang
menyebutkan bahwa Sunan Bonang merupakan orang yang paling bertanggung jawab
atas penyesuaian adat Jawa dan ajaran Islam yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga.
Kisah Pertemuan Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga
Suatu
ketika, Sunan Kalijaga yang baru diusir dari Kadipaten Tuban pergi ke sebuah
hutan dan menetap di hitan tersebut. Kemudian Sunan Kalijaga bertemu dengan
Sunan Bonang atau Syekh Maulana Makhdum Ibrahim. Namun pertemuannya tersebut
ketika Sunan Kalijaga masih menjadi seorang
perampok yang baik itu, kemudian Sunan Kalijaga berniatan untuk merampok Sunan
Bonang.
Singkat cerita, Sunan Kalijaga merasa tersentuh dan terkesima
dengan perkataan Sunan Bonang yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh
Sunan Kalijaga merupakan sebuah kesalahan. Meskipun Sunan Kalijaga mencuri
kemudian memberikannya kepada orang miskin, namun perbuatannya tersebut tidak
dibenarkan oleh Allah SWT. Kemudian Sunan Bonang menunjuk sebuah pohon aren dan merubahnya
menjadi pohon emas. Beliau kemdudian berkata ke Sunan Kalijaga “Ambil semaumu,
barang tersebut halal untukmu”. Sunan Kalijaga kian terkesima dengan apa yang
beliau lihat tersebut.
Sunan Kalijaga kemudian memutuskan untuk ikut Sunan Bonang dan
menjadi santrinya. Setelah itu, Sunan Bonang kemudian mengutus raden mas said untuk
menjaga tongkatnya yang ditancapkan di pinggir kali. Hingga 3 tahun berlalu, Sunan
Bonang baru teringat dan akhirnya beliau menghampiri raden Mas Said yang masih
tetap bertapa menunggu tongkat Sunan Bonang.
Kemudian raden Mas Said diajak Sunan Bonang untuk belajar di
pesantren beliau, setelah itu raden Mas Said kemudian dikenal dengan nama Sunan
Kalijaga (Penjaga Kali).
Metode Dakwah Sunan Bonang Melalui Kebudayaan Jawa
Beliau kemudian memanfaatkan
kesenian rakyat yaitu gamelan bonang dan pertunjukkan wayang. Gamelan bonang merupakan salah
satu alat musik kesenian daerah tersebut yang berbentuk bulat dengan benjolan
di tengahnya yang terbuat dari kuningan. Alat musik ini dibunyikan dengan cara dipukul dengan menggunakan
sebuah kayu kecil.
Sunan Bonang bisa memainkan
gamelan bonang tersebut dengan baik dan menghasilkan suara yang sangat merdu
dan enak untuk didengarkan. Sehingga membuat masyarakat sangat suka jika beliau
memainkan alat musik tersebut. Selain bermain gamelan, beliau juga menciptakan lagu sebagai
pengiring dalam pertunjukan wayang.
Dalam lagu yang dibuat Sunan
Bonang tersebut, selalu terselip ajaran Agama Islam. Bahkan ada juga lagu yang
berisi Dua Kalimat Syahadat. Cara tersebut bertujuan untuk
memudahkan masyarakat dalam menerima ajaran Agama Islam. Setelah masyarakat
bisa menerimanya, beliau kemudian mengajarkan agama Islam yang lebih mendalam
lagi. Pada setiap pertunjukan, beliau
juga selalu menyematkan kalimat dzikir agar masyarakat familiar dengan kalimat
tersebut.
Metode Dakwah Sunan Bonang Melalui Karya Sastra
Sunan Bonang juga menggunakan
metode dakwah lain yaitu melalui karya sastra berupa suluk atau tembang. Berikut ini beberapa karya sastra
yang beliau gunakan sebagai metode dakwahnya.
1. Suluk Wujil
Suluk Wujil memiliki dua makna
yang terkandung di dalamnya.
Makna yang pertama yaitu Sunan
Bonang ingin menggambarkan sebuah keadaan atau masa peralihan dari ajaran Agama
Hindu ke ajaran Agama Islam.
Dimana peralihan ajaran yang
dimaksud mencakup semua aspek termasuk budaya, politik, sastra, intelektual,
dan kepercayaan. Hal tersebut terjadi pada runtuhnya Kerajaan Majapahit yang
kemudian digantikan dengan Kesultanan Demak. Makna yang kedua yaitu sebagai perenungan Ilmu Ketuhanan dan apa saja
yang dimiliki oleh-Nya atau yang biasa dikenal dengan Ilmu Sufi.
Suluk Wujil sendiri diciptakan
karena adanya keingintahuan dari salah satu orang santri Sunan Bonang yang
bernama Wujil Kinasih tentag ajaran agama Islam hingga ke bagian paling dalam.
Alhasil Sunan Bonang menciptakan
Suluk Wujil yang mengandung makna tersirat berupa sebuah tujuan untuk melakukan
ibadah, pengenalan diri sendiri, dan hakikat adanya sebuah niat.
2. Suluk Jebeng
Sunan Bonang juga menciptakan
Suluk Jebeng yang terdapat dalam Tembang Dandanggula yang hingga saat ini masih
terkenal.
Suluk Jebeng tercipta karena
adanya sebuah percakapan mengenai pengenalan diri sendiri agar bisa berada di
jalan yang benar, dan juga tentang pembentukan khalifah di muka bumi ini.
Suluk Jebeng juga menggambarkan
hubungan yang kuat dan saling mengenal antara hamba dengan Tuhannya.
3. Gita Suluk Latri
Sunan Bonang juga membuat Suluk
Latri yang memiliki makna tentang sesorang yang sedang menunggu Sang Kekasih
hingga merasakan kegelisahan. Saat malam semakin larut, perasaan gelisahnya tersebut menjadi
semakin bertambah. Kemudian Sang Kekasih datang lalu membuatnya lupa dengan
segalanya. Alhasil ia kemudian terbawa oleh ombak dan hanyut ke tengah lautan
tanpa wujud.
4. Suluk Khalifah
Raden Makhdum Ibrahim atau Sunan
Bonang juga menciptakan Suluk Khalifah yang berisi tentang perjalanan para
Walisongo dalam berdakwah dan menyebarkan ajaran Agama Islam di Indonesia. Syair Suluk Khalifah juga
menjelaskan tentang perjuangan Walisongo dalam menyebarkan dan mengajarkan
tentang agama Islam kepada masyarakat. Terdapat juga penjelasan mengenai kisah Sunan Bonang yang
menjalankan riyadhoh ke Pasai dan perjalanan beliau saat melakukan ibadah haji.
5. Suluk Gentur atau Suluk Bentur
Suluk Bentur atau Suluk Gentur
berisi tentang sebuah perjalanan yang harus dilalui agar bisa mencapai tingkat
paling tinggi dari seorang ahli sufi. Syair tersebut dituliskan pada sebuah tembang Wirangrong yang
sangat panjang. Arti dari Gentur sendiri yaitu sempurna
atau lengkap. Namun tidak sedikit juga yang mengartikannya sebagai sebuah
semangat atau ketekunan.
Kandungan yang terdapat pada
Suluk Gentur yaitu tentang syahadat da’im qa’im dan fana’ ruh idafi. Syahadat da’im qa’im adalah
sebuah anugerah untuk bisa melihat seseorang bersatu atas kehendak Sang Ilahi.
Isi dari syahadat tersebut antara lain yaitu:
1.
Syahadat atau
penyaksian sebelum orang terlahir ke dunia ini
2.
Syahadat atau
penyaksian saat seseorang memeluk dan masuk ke dalam ajaran Agama Islam
3.
Syahadat atau
penyaksian yang diucapkan oleh para nabi, wali, dan juga para mukmin sejati
Sedangkan fana’ ruh idafi
merupakan bentuk pembuktian dari ayat 28:88 Al-Quran ang berbunyi bahwa segala
sesuatu akan binasi kecuali Wajah-Nya.
6. Gita Suluk Wali
Suluk Wali merupakan karya dari
Sunan Bonang yang berbentuk lirik puisi yang sangat menakjubkan. Syair tersebut berisi tentang
penjelasan bahwa hati dari seseorang yang sedang dalam perasaan cinta itu
diibaratkan seperti hanyut dalam pasang air laut dan juga terbakar api hingga
hangus tidak bersisa. Selain itu, pada akhir baitnya juga dituliskan “Qalb Al-Mukmin
Bait Allah”.
Tembang Tombo Ati Ciptaan Sunan
Bonang
Lagu Tombo Ati atau Obat Hati
ternyata adalah ciptaan dari Sunan Bonang, bahkan lagu ini masih terkenal
hingga sekarang dan banyak dinyanyikan oleh para penyanyi religi seperti Opick.Berikut
ini lirik dari Tembang Tombo Ati ciptaan Sunan Bonang:
Tombo Ati iku limo sakwarnane
Moco Quran angen-angen sak
maknane
Kaping pindho sholat wengi
lakonono
Kaping telu wong kang sholeh
kanconono
Kaping papat kudu weteng ingkang
luwe
Kaping limo dzikir ingkang suwe
Artinya yaitu:
Obat Hati
itu ada lima perkaranya
Bacalah
Quran beserta isinya
Yang kedua
Sholat malam dirikanlah
Yang ketiga
bertemanlah dengan orang-orang sholeh
Yang keempat
jalankanlah puasa
Yang kelima
berdzikirlah di malam hari
Tembang Tombo Ati memiliki makna
untuk memberikan nasehat kepada setiap umat mukmin untuk selalu tenang dan
dekat dengan Sang Pencipta dengan melakukan 5 perkara tersebut. Jika 5 perkara di dalam lagu
tersebut dikerjakan, maka InsyaAllah hidup kita sebagai hamba Allah akan
bahagia di dunia dan di akhirat. Dengan begitu hati juga akan
merasa damai dan tenteram dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Kelima perkara di atas adalah membaca Al-Quran dan artinya,
melaksanakan sholat sunah malam (Sholat tahajud dan sholat witir), berteman
dengan orang sholeh, menjalankan ibadah puasa wajib dan sunah, berdzikir di
setiap malam.
Makam Sunan Bonang
Makam Sunan Bonang sendiri
berbeda dengan makam wali atau sunan lain yang biasanya terletak di kompleks
masjid dia berdakwah. Namun makam Sunan Bonang bahkan terdapat di 2 wilayah yang
berbeda. Hal tersebut terjadi karena beragam kisah yang berbeda. Hingga
sekarang tidak diketahui pasti mana makam Sunan Bonang.
Letak makam Sunan Bonang yaitu:
1. Kampung Tegal Gubug, Bawean (Sebuah pulau di laut Jawa sebelah
utara Tuban)
2. Masjid Agung Tuban
Kisah tersebut terjadi ketika
Sunan Bonang sedang melakukan dakwah di Bawean disana beliau mendadak sakit dan
wafat pada tahun 1525 Masehi. Setelah itu murid-murid yang ada di Bawean menginginkan untuk
beliau dimakamkan di Bawean saja. Namun murid-murid dari Tuban tidak setuju,
dan mereka menginginkan untuk Sunan Bonang dimakamkan di tanah Tuban.
Karena santri-santri dari Bawean
tetap tidak membolahkan santri-santri dari Tuban untuk membawa Sunan Bonang dan
memakamkannya di Tuban, disaat malam hari santri-santri dari Tuban me-nyirep atau
menidurkan santri-santri Bawean dan membawa jenazah Sunan Bonang ke Tuban.
Mereka berlayar ke Tuban dengan
menggunakan sebuah perahu dan memakamkan jasad Sunan Bonang di komplek Masjid
Agung Tuban. Namun anehnya, jenazah Sunan Bonang yang ada di Bawean juga
masih ada dan dimakamkan di desa Tegal Gubug, Bawean.
Hingga saat ini kedua makam
tersebut tetap terawat dengan baik, keduanya juga masih banyak dikunjungi oleh
wisatawan religi atau peziarah. Demikian ulasan mengenai Sunan Bonang atau raden Makhdum
Ibrahim, semoga bisa menambah wawasan kalian dan meningkatkan keimanan kalian
terhadap Allah SWT.
Komentar
Posting Komentar